Jumat, 10 Januari 2014

Lagu persahabatan

Keretaku laju tinggalkan terminal malam
Jogja.. Jogjakarta kutinggalkan
Sepasang  mata kekasih antar aku pergi
Jogja.. yang tak sempat kucicipi
Sejuta kenangan singgah di stasiun tulangku
Jogja... Jogjakarta kutinggalkan
Benih-benih cinta waktu tinggal di Jogjakarta
Selalu lekat dalam tulangku… dalam tulangku
Selalu lekat dalam tulangku.
Jogja.. kucinta padamu. Ooo
Jogja.. kusayang padamu… malioboro
Jogja.. kuingat selalu,, Ooo..
Jogja kurindu padamu
Tunggu aku kembali, kupasti kembali
Sambutlah kedatanganku penuh rindu
Nanti aku sana, di stasiun tugu
Sambutlah kedatanganku dengan senyum.

          Kenangan bukanlah berapa jarak lama waktu yang terlah berlalu, karena kenangan adalah sesuatu yang akan selalu dirasakan  kehadirannya, sudah pasti memberi warna tersendiri di  ruang  kehidupan, entah itu kenangan pahit atau manis bersama sahabat, keluarga,  benda, dan orang yang dicinta bahkan dengan orang yang tak dikenal sekalipun. Disadari atau tidak, kenangan itu membuat ingatan kita melayang jauh, kembali ke masa dimana kita sedang berada di dalamnya, banyak hal yang membuat kita di pertemukan lagi, dengan sebuah lagu misalnya.
            Baiklah kawan, akan kuceritakan lagi tentang lagu di atas yang takkan pernah aku pensiunkan dari ingatan. Aku tak tahu siapa pencipta dan penyanyinya, yang aku tahu lagu itu dinyanyikan seorang musisi jalanan ketika aku sedang menikmati hangatnya kopi joss di stasiun tugu, bersama empat orang sahabatku. Aku suka sekali liriknya, lalu meminta sang pengamen untuk menyanyikan lagi dan lagi, hingga otakku dapat merekam dengan baik lirik lagu tersebut.
            Saat itu aku dan empat orang sahabatku sedang mengadakan temu kangen di Jogja, selepas aku memutuskan berhenti sekolah pada kelas dua SMA, aku tak lagi bertemu dengan mereka tiga belas tahun lamanya. Mereka adalah Very, Midha, Yourfa dan Warsih. Meski kami berada satu kecamatan di daerah Lampung, kami tak pernah berpandang mata, walaupun ketika lebaran.
            Pertemuan itu membuatku seperti kembali pada masa kenakalan SMA dulu, dan menyetujui kata ‘penyesalan’ dengan  keputusan yang pernah aku tetapkan. Bagaimana tidak, setelah jumpa dengan mereka yang kini telah menjadi orang sukses, ”dalam pandanganku” aku merasa kata penyesalan itu membuatku semakin merasa bersalah dengan diri ini, juga terhadap orang tua yang sudah kulangkahi nasihatnya. Meski aku sadari nasib anak cucu Adam itu berbeda-beda
            Lagu itu telah menyemangatiku untuk berfikir lebih bijak dalam menentukan keputusan. Bukan karena liriknya, tapi pertemuan dengan sahabatku. Harus aku akui dalam bait
 Benih-benih cinta waktu tinggal di Jogja, karta
 Selalu lekat dalam tulangku… dalam tulangku
 Selalu lekat dalam tulangku.”
Aku di ingatkan lagi akan Cinta Monyet yang sampai sekarang tak pernah beranjak dari harapanku. Benih-benih cinta yang pernah tertanam waktu masih duduk di bangku SMA, semakin berbunga diantara jedah waktu yang cukup lama, hingga akhirnya kami dipertemukan. Sepanjang pertemuan itu, lagu berjudul Djogja tak bosan kunyanyikan. Bahkan sebelum aku mengutarakan perasaanku pada Warsih, meski jawabannya tak memuaskan, aku cukup senang  karena Tuhan telah mengizinkan kami bertemu dalam suasana yang bahagia bercampur kecewa.  Aku dan para sahabat di pisahkan lagi oleh jarak dan waktu, dan kami  semakin merasakan indahnya kerinduan dan pertemuan.

2 komentar:

  1. Aahh... Jogja, aku juga kangeennn.. :)
    dan pingin dengar lagunya, nanti kalo ketemu nyanyiin yaa

    BalasHapus