Kamis, 16 Januari 2014

Malam bersama Buah Hati



            Jangan menjauh, Nak. Ayah bukan menangisimu,  bukan juga menangisi ibumu. Mendekatlah dan duduk di pangkuan ayah.  Malam ini, biarkan air mata ayah meleleh di pundak mungilmu. Tapi ayah harap, dirimu jangan merasa terbebani. Jangan pula di jadikan beban yah!.

            Entah kenapa, malam ini ayah merasa terpukul sekali atas isi pesan dari seseorang yang begitu ayah cintai.  Kamu pasti tahu  belum tahu orang itu, Iya kan!?? Sebelum ayah beritahu, ayah akan ceritakan sebuah kisah lama. Kamu harus denger ya!  Sekira Tiga belas  tahun lalu, ayah begitu bersemangat untuk mengumpulkan lembar demi lembar rupiah. Semua itu untuk mendukung mereka, guna mencari ilmu ataupun kebutuhan lainnya.  
            Kamu tahu, Nak. kakekmu terlahir dari keluarga yang serba kekurangan, tak ada yang membantu kakek untuk menutupi kebutuhan itu. Dengan segala keterbatasan, kakek terus berusaha mencukupi keperluan ayah dan ke Enam anaknya. Diantara mereka, ayah adalah sosok yang paling nekad, dan selalu rela memberikan apapun demi mereka, walaupun suka ngambek. Ayah korbankan masa remaja, yang seharusnya bisa menikmati keceriaan bersama teman-teman. Tapi ayah tidak seberuntung teman-teman ayah, Nak. Ayah harus bertahan melawan, pahitnya kehidupan.
            Oh. Ya! Ayah lupa mengenalkanmu siapa saudara sekandung ayah. Dan kamu juga, lupa ayah kenalkan pada mereka. Tapi jangan khawatir, saudara sepupumu sudah ayah beritahu. Tahun baru kemarin ayah pulang menengok kakek dan nenek. Ayah kasihan, mereka semakin tua. Dan sampai setua itu mereka harus tetap bekerja. Suatu malam, saat ayah memijat kaki kakek yang keriput, kakekmu bercerita dan katanya mereka kangen sama ayah, juga dirimu, Nak.
            Kakek cerita tentang Uak Tangan Kuning, yang masih suka menghabiskan waktu di kolam pancing dan selalu sibuk dengan kehidupan pribadinya. Padahal dia seorang guru, seharusnya Uakmu itu lebih peka dan bisa merasakan apa yang seharusnya bisa dilakukan untuk kakek. Dasar kakekmu seorang  penyabar, kakek hanya tersenyum dan selalu mendo’akan untuk keberhasilan anaknya.
            Nenek juga mengeluh sama Uakmu yang bernama mirip artis. Katanya dia terlalu bawel, suka mengatur dan pelit. Nenek menceritakan dengan jelas apa yang terjadi selama ayah nggak di rumah. Tapi kakek dan nenek tetap bersyukur, karena dia suka membantu pekerjaan kakek.
            Ayah  nggak secerdas pamanmu, Nak.  Dia  bekerja di Madrasah, selalu berpakaian rapih dengan sepatu mengkilap. Nggak seperti ayah yang selalu memakai pakaian kotor dan bau keringat. Tapi kecerdasannya justru membuat ayah bingung. Dia nggak pernah peduli sama kakek dan nenek, yang membutuhkan bantuan tenaganya. Pamanmu selalu bangun siang, dan nggak bisa membagi waktu. Apalagi kalau sudah main futsall, aduhh..!! ayah suka geregetan dengernya.
            Selain mereka, kamu juga masih punya paman  satu lagi.  Paman Alan namanya. Pamanmu  yang bungsu ini, wajahnya mirip banget sama ayah. Sekarang, dia masih sekolah dan belajar ngaji pesantren. Tolong aminin do’a ayah, Nak.  semoga paman bungsumu bisa menjadi Guru, seperti cita-cita ayah waktu kecil. Nah,  itu semua saudara lelaki ayah. meskipun kami berbeda sifat dan kepribadian, ayah selalu menghormati mereka. Ayah nggak pernah ribut, apalagi sampai adu jotos. Itu semua berkat ajaran kakekmu. kata kakek: “Yang muda harus menghormati yang tua. Terus yang tua juga harus ngalah sama yang muda”
            Ayah juga punya saudara perempuan. Nanti kamu panggil Ibu Sofa aja, sama seperti A Abil, Teh Salwa, Teh Tasya, juga Nong Syifa. Ibu Sofa punya anak namanya A Sofa dan Teh Salmah.  Ayah begitu menghormati ibu Sofa, sama seperti menghormati nenekmu. Itu juga yang diajarkan kakek. Untuk selalu menghormati wanita. Kamu juga denger yah, Nak! inget omongan kakek.
            Kenapa kamu tersenyum Nak, ayah bahasaya terlalu kaku yah? Yo wis bapak mau ngomong bahasa gaul aja ah, biar kamu juga enak dengernya. Kamu tahu nggak! Di antara mereka yang ayah hormati dan sayangi. Ayah juga msih punya adek yang sangat ayah cintai. Coba tebak siapa orangnya? 
            Yah..! seratus buat dirimu. Ternyata kamu jago nebak juga, pasti kamu curi ilmu ayah. hayoo.. ngaku hayo..!  tuh kaaan..! Ayah  sampe lupa kalau ayah lagi nangis. Sudah.. sudah,, jangan meledek  ayah. ayah malu Nak.! sudah, jangan liatin ayah kayak gitu. Nanti ayahmu ini tambah nggak bisa ngomong. Biar ayah aja yang ngelap pipi ayah sendiri, ayahmu ini udah gede, dan udah terbiasa ngelap air mata sendiri.
           
Betul, Nak. itu tante Olivia. Ayah tadi becandain dia di inbox. Tapi jawabannya justru membuat hati ayah ditusuk dengan sunduk sate bebek kesukaan ayah.
            “Nong,, A’ Mpy bulan depan pulang”
            “Oleh-olehnya yah buat Dede Syifa”
            “Aa. lagi  gak punya duit nong.!”
            “Huh, payah kerjaannya ngeluyur  dan ngebolang mulu sih!”           
            Ayah sedih Nak. Tantemu  nggak ngerti dengan perasaan ayah. Mungkin orang-orang di luar sana juga nggak memahami. Banyak yang ayah dapet dari perjalanan, karena hidup ini perjalanan, Nak. Suatu saat nanti kamu pasti mengerti.  Dalam perjalanan itu kamu juga akan menemukan banyak hal yang nggak kamu sangka. Saran ayah, kamu harus  menikmati keindahan alam yang sudah ALLAH ciptakan. Baca semua yang ada di alam ini. Ceritakanlah pada mereka semua yang kamu baca, maka dari itu kamu harus jadi penulis.
            Kenapa?  Itu pertanyaan yang bagus  Nak. karena ayah bukan seorang ulama, bukan pula anak seorang raja. Makannya ayah minta kamu jadi penulis, biar kamu dikenal banyak orang. selain itu juga kamu akan selalu jujur dengan apa yang kamu lihat, dengar dan rasakan. Selain itu juga, menulis bisa membuatmu menjelajahi dunia. Dan banyak hal yang kamu rasakan setelah kamu menuangkan semua ide-ide kreatif.
            Ah, gara-gara dirimu ayah nangisnya nggak menjiwai. Memang kamu, Nak. Kamu yang membuat ayah merasa lega, setiap kali ayah punya masalah, ayah selalu certain sama kamu. Ayah bukan mengajarkanmu mengeluh, membawa larut dalam kesedihan  atau menjadikanmu sasaran empuk buat curhat. Ayah cuma pengen berbagi dan merekam setiap yang terjadi, agar nanti kita dihadapkan pada masalah yang sama, kamu nggak terjebak pada lubang itu lagi.
            Jangan minta ayah untuk tertawa, Nak. ayah memang seperti ini, hanya bisa tersenyum dan nggak bisa tertawa lepas. Mungkin urat untuk ketawa ayah udah putus. Nggak jarang, orang yang menyebut ayah sombong. Padahal mereka semua itu nggak tahu. Ayah bukan sombong Nak, tapi pemalu. Mirip nenekmu.
            Ya sudah, terima kasih. Malam ini kamu temenin ayah tidur. Nggak papa, ayah rela kok! Kamu ompolin. Lagian juga nggak mungkin hanyut sama ompolmu. Yuk…!! Kita baca doa bareng-bareng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar