Jangan menjauh, Nak. Ayah bukan menangisimu, bukan juga menangisi ibumu. Mendekatlah dan
duduk di pangkuan ayah. Malam ini,
biarkan air mata ayah meleleh di pundak mungilmu. Tapi ayah harap, dirimu
jangan merasa terbebani. Jangan pula di jadikan beban yah!.
Entah kenapa,
malam ini ayah merasa terpukul sekali atas isi pesan dari seseorang yang begitu
ayah cintai. Kamu pasti tahu belum tahu orang itu, Iya kan!?? Sebelum ayah
beritahu, ayah akan ceritakan sebuah kisah lama. Kamu harus denger ya! Sekira Tiga belas tahun lalu, ayah begitu bersemangat untuk mengumpulkan
lembar demi lembar rupiah. Semua itu untuk mendukung mereka, guna mencari ilmu
ataupun kebutuhan lainnya.
Kamu tahu, Nak.
kakekmu terlahir dari keluarga yang serba kekurangan, tak ada yang membantu
kakek untuk menutupi kebutuhan itu. Dengan segala keterbatasan, kakek terus
berusaha mencukupi keperluan ayah dan ke Enam anaknya. Diantara mereka, ayah
adalah sosok yang paling nekad, dan selalu rela memberikan apapun demi mereka,
walaupun suka ngambek. Ayah korbankan masa remaja, yang seharusnya bisa
menikmati keceriaan bersama teman-teman. Tapi ayah tidak seberuntung
teman-teman ayah, Nak. Ayah harus bertahan melawan, pahitnya kehidupan.
Oh. Ya! Ayah lupa
mengenalkanmu siapa saudara sekandung ayah. Dan kamu juga, lupa ayah kenalkan
pada mereka. Tapi jangan khawatir, saudara sepupumu sudah ayah beritahu. Tahun
baru kemarin ayah pulang menengok kakek dan nenek. Ayah kasihan, mereka semakin
tua. Dan sampai setua itu mereka harus tetap bekerja. Suatu malam, saat ayah
memijat kaki kakek yang keriput, kakekmu bercerita dan katanya mereka kangen
sama ayah, juga dirimu, Nak.
Kakek cerita tentang
Uak Tangan Kuning, yang masih suka menghabiskan waktu di kolam pancing dan
selalu sibuk dengan kehidupan pribadinya. Padahal dia seorang guru, seharusnya
Uakmu itu lebih peka dan bisa merasakan apa yang seharusnya bisa dilakukan
untuk kakek. Dasar kakekmu seorang penyabar, kakek hanya tersenyum dan selalu
mendo’akan untuk keberhasilan anaknya.
Nenek juga
mengeluh sama Uakmu yang bernama mirip artis. Katanya dia terlalu bawel, suka
mengatur dan pelit. Nenek menceritakan dengan jelas apa yang terjadi selama
ayah nggak di rumah. Tapi kakek dan nenek tetap bersyukur, karena dia suka
membantu pekerjaan kakek.
Ayah nggak secerdas
pamanmu, Nak. Dia bekerja di Madrasah, selalu berpakaian rapih
dengan sepatu mengkilap. Nggak seperti ayah yang selalu memakai pakaian kotor
dan bau keringat. Tapi kecerdasannya justru membuat ayah bingung. Dia nggak
pernah peduli sama kakek dan nenek, yang membutuhkan bantuan tenaganya. Pamanmu
selalu bangun siang, dan nggak bisa membagi waktu. Apalagi kalau sudah main
futsall, aduhh..!! ayah suka geregetan dengernya.
Selain mereka,
kamu juga masih punya paman satu lagi. Paman Alan namanya. Pamanmu yang bungsu ini, wajahnya mirip banget sama
ayah. Sekarang, dia masih sekolah dan belajar ngaji pesantren. Tolong aminin
do’a ayah, Nak. semoga paman bungsumu bisa
menjadi Guru, seperti cita-cita ayah waktu kecil. Nah, itu semua saudara lelaki ayah. meskipun kami
berbeda sifat dan kepribadian, ayah selalu menghormati mereka. Ayah nggak
pernah ribut, apalagi sampai adu jotos. Itu semua berkat ajaran kakekmu. kata
kakek: “Yang muda harus menghormati yang tua. Terus yang tua juga harus ngalah
sama yang muda”
Ayah juga punya
saudara perempuan. Nanti kamu panggil Ibu Sofa aja, sama seperti A Abil, Teh
Salwa, Teh Tasya, juga Nong Syifa. Ibu Sofa punya anak namanya A Sofa dan Teh
Salmah. Ayah begitu menghormati ibu
Sofa, sama seperti menghormati nenekmu. Itu juga yang diajarkan kakek. Untuk
selalu menghormati wanita. Kamu juga denger yah, Nak! inget omongan kakek.
Kenapa kamu
tersenyum Nak, ayah bahasaya terlalu kaku yah? Yo wis bapak mau ngomong bahasa
gaul aja ah, biar kamu juga enak dengernya. Kamu tahu nggak! Di antara mereka
yang ayah hormati dan sayangi. Ayah juga msih punya adek yang sangat ayah
cintai. Coba tebak siapa orangnya?
Yah..! seratus
buat dirimu. Ternyata kamu jago nebak juga, pasti kamu curi ilmu ayah. hayoo..
ngaku hayo..! tuh kaaan..! Ayah sampe lupa kalau ayah lagi nangis. Sudah..
sudah,, jangan meledek ayah. ayah malu
Nak.! sudah, jangan liatin ayah kayak gitu. Nanti ayahmu ini tambah nggak bisa
ngomong. Biar ayah aja yang ngelap pipi ayah sendiri, ayahmu ini udah gede, dan
udah terbiasa ngelap air mata sendiri.
Betul, Nak. itu tante Olivia. Ayah tadi becandain dia di inbox.
Tapi jawabannya justru membuat hati ayah ditusuk dengan sunduk sate bebek kesukaan
ayah.
“Nong,, A’ Mpy
bulan depan pulang”
“Oleh-olehnya yah
buat Dede Syifa”
“Aa. lagi gak punya duit nong.!”
“Huh, payah
kerjaannya ngeluyur dan ngebolang mulu
sih!”
Ayah sedih Nak.
Tantemu nggak ngerti dengan perasaan ayah.
Mungkin orang-orang di luar sana juga nggak memahami. Banyak yang ayah dapet
dari perjalanan, karena hidup ini perjalanan, Nak. Suatu saat nanti kamu pasti
mengerti. Dalam perjalanan itu kamu juga
akan menemukan banyak hal yang nggak kamu sangka. Saran ayah, kamu harus menikmati keindahan alam yang sudah ALLAH
ciptakan. Baca semua yang ada di alam ini. Ceritakanlah pada mereka semua yang
kamu baca, maka dari itu kamu harus jadi penulis.
Kenapa? Itu pertanyaan yang bagus Nak. karena ayah bukan seorang ulama, bukan
pula anak seorang raja. Makannya ayah minta kamu jadi penulis, biar kamu
dikenal banyak orang. selain itu juga kamu akan selalu jujur dengan apa yang
kamu lihat, dengar dan rasakan. Selain itu juga, menulis bisa membuatmu
menjelajahi dunia. Dan banyak hal yang kamu rasakan setelah kamu menuangkan
semua ide-ide kreatif.
Ah, gara-gara
dirimu ayah nangisnya nggak menjiwai. Memang kamu, Nak. Kamu yang membuat ayah
merasa lega, setiap kali ayah punya masalah, ayah selalu certain sama kamu. Ayah
bukan mengajarkanmu mengeluh, membawa larut dalam kesedihan atau menjadikanmu sasaran empuk buat curhat. Ayah
cuma pengen berbagi dan merekam setiap yang terjadi, agar nanti kita dihadapkan
pada masalah yang sama, kamu nggak terjebak pada lubang itu lagi.
Jangan minta ayah
untuk tertawa, Nak. ayah memang seperti ini, hanya bisa tersenyum dan nggak
bisa tertawa lepas. Mungkin urat untuk ketawa ayah udah putus. Nggak jarang,
orang yang menyebut ayah sombong. Padahal mereka semua itu nggak tahu. Ayah bukan
sombong Nak, tapi pemalu. Mirip nenekmu.
Ya sudah, terima
kasih. Malam ini kamu temenin ayah tidur. Nggak papa, ayah rela kok! Kamu ompolin.
Lagian juga nggak mungkin hanyut sama ompolmu. Yuk…!! Kita baca doa
bareng-bareng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar