Selasa, 14 Januari 2014

Untukmu, Zy



            Tak ada hadiah mewah yang dapat kuberikan untukmu, seorang gadis bersuara lembut yang selalu menemani larut malamku, kala  insomnia menyerangku tanpa henti. Hanya untaian kata yang kupersembahkan untukmu yang kini telah menghilang dari pendengaranku. Semoga kau terus bersemangat menjalani sisah hidup yang telah dokter ramalkan. Aku harap kau dapat membaca tiap bait yang kutulis
sebagai ungkapan betapa kangennya aku. Sampai saat ini, rasa penasaran terus  membayangiku. Kau begitu tega membiarkanku tenggelam dalam tanya, tanpa tahu seperti apa wujud nyatamu. Meski sudah berulang kali kuyakinkan, aku akan menerimamu apa adanya, dengan segala kekurangan dan keterbatasanmu.
Memang kita bertemu tanpa wasilah yang jelas. Berawal dari susunan angka yang kuacak, ketika ucapan salamku terbalas dalam pesan singkatmu, aku semakin gencar kirimkan pesan. Seiring berjalannya waktu, terjalin keakraban diantara kita lewat suara. Aku mulai merasakan  banyak kesamaan dalam menjalani hidup. Tentang agama, keluarga, dan banyak hal yang membuatku  semakin yakin, jika kita  berjodoh, dalam hal persahabatan.  Aku yakin, persahabatan ini adalah takdir Tuhan.
Masih kuingat dengan jelas, ceritamu tentang repotnya menjadi seorang pengajar di Taman Kanak-Kanak dan pandangan miring  keluargamu yang menentang, dan tak menyetujui profesimu.   Dimata mereka, mungkin bukan profesi yang membanggakan. Tapi menurutku, merupakan profesi yang cukup bernilai. Karena dapat melatih kesabaran dan sebuah proses pembelajaran,  merasakan secara langsung, senyum lepas yang begitu di rindukan oleh orang dewasa. Dan senyum itu ingin kurasakan Zy.
Setiap malam, ketika banyak mata tengah melepas lelah, segala aktifitas mulai tak terdengar.  Di saat itu, aku mulai sibuk dengan Handphone yang sudah kucharger penuh, agar tak habis ketika adzan subuh berkumandang. Nomor  yang akan kutuju, sudah pasti milikmu. Selepas melaksanakan Tahajud, dirimu selalu memberi isyarat. Dan kita selalu berbincang-bincang. dengan lancar, dirimu ceritakan segala sesuatu yang terjadi.  Tentang kenakalan dan kelucuan murid-muridmu, juga perkembangan tubuhmu yang mulai diakrabi oleh penyakit yang menggerogoti sedikit demi sedikit sisa umurmu.


Di mataku, dirimu gadis hebat, Zy.  Meski bermacam penyakit terus menyiksa, senyummu selalu terpancar dan tetap tegar menjalani.  Aku tak kuasa mendengar ceritamu, dan sempat  menitikan airmata.  Dirimu lantas membentakku dan berkata “Hidup ini  cobaan ditengah perjalanan yang cukup singkat, rasa sakit yang diderita tak sebanding dengan nikmat Tuhan yang telah dikucurkan.” Dan pada saat itu pula, aku berhenti menangis.  
Suatu malam aku pernah mengeluh, tentang dunia yang menurutku tak adil. Aku merasa bagai sampah yang tak berguna, aku malu dengan pekerjaanku, yang hanya menjadi seorang kuli serabutan, digajih dengan ukuran lelah pundak. Dirimu lantas menasihatiku dengan suara lembut, dan itu membuat semangatku kembali bangkit.  Dan aku mulai percaya, apa yang dikerjakan selalu bernilai ibadah, selagi dilakukan dengan tujuan dan cara yang halal.
Aku harap, dirimu sudah melupakan imajinasi liar yang salah kaprah jika melihat nasi. Aku mohon Zy, Nasi itu sangat penting untuk menambah katahanan tubuhmu. Buang jauh-jauh kebiasaan burukmu mengkonsumsi rujak yang asam dan pedas, itu semua membuat asam lambung dan infeksi ginjalmu kambuh. Satu hal lagi,  tolong jauhi emping, yang memancing batuk darahmu yang anyir. Sayangi dirimu Zy, sebagaimana aku yang menyayangimu.
Hari memang penuh warna, tak melulu harus serius. Terkadang aku mengingat kelucuanmu. Aku pernah tersenyum sendiri, saat pundakku di timpah karung yang berat. Orang-orang di pasar menganggap aku sinting. Dirimu tentu  ingat, saat kata ini terucap “Aku jarang nguap dan buang gas” pada kata-kata itu, aku tersenyum dan membekap handphone  dengan jari tanganku. Aku takut menyinggung perasaanmu. Maafkan aku yang telah menertawaimu.
Semua serba misteri, ketika suaramu tak lagi terdengar. dimana keberadaan dirimu, aku tak tahu, padahal jarak rumah kita hanya sepelemparan batu saja. Berulang kali aku meminta  untuk bertemu, tapi izinmu tak juga kudengar hingga saat ini.
 Biarkan aku bertemu, walau hanya satu kali saja. Meski wajah yang kau tutup dengan hijab dan cadar. Walau sekedar  melirik bola mata yang selalu kau tundukan. Agar aku yakin bahwa dirimu memang ada.
Bukankah suatu hal yang wajar, bila aku ingin selalu mendengar suaramu  tanpa jarak? Apakah dirimu tak yakin,  perasaan ini tulus dari hati. Bukan sekedar rasa kasihan padamu.
Aku tahu, hidup bukan tentang ramalan. Di sisa waktu yang tak banyak, izinkan aku bertemu denganmu. Jangan membentengi dirimu dengan sebuah kalimat yang membuatku semakin tersudut. Memang  kita tidak pernah tahu kapan kematian akan datang menjemput. Percayalah, aku begitu mencintaimu,  jika memang pernikahan itu jalan keluar untuk kita bertemu. Aku siap. Aku berjanji, akan mengajakmu pergi berkencan ke Gunung Pinang. Tak jauh bukan?  Yah! Gunung Pinang yang berada di sebrang jalan rumahmu.
Bukankah kita sudah bersahabat lama? Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar.  Kita sering berbagi dan saling merasakan betapa sulitnya melewati perjalanan hidup ini. Mengapa, hanya karena aku ingin mendonorkan sebelah paru-paru dan ginjalku padamu, membuatmu tersinggung. Dengan sekejap engkau menghilang dan memutuskan komunikasi denganku. Aku hanya ingin menjadi orang yang berguna Zy. Itu pembuktian bahwa aku benar-benar mencintaimu. Hidupku terlalu kotor dengan tumpukan dosa, dan aku rasa dirimu lebih layak menikmati hidup panjang dibandingkan aku.
“jangan mengukur diri melalui cermin, nampak sama padahal tak sama. Semuanya serba terbalik, kanan menjadi kiri, begitu juga sebaliknya. Bercerminlah pada hatimu.” pada bagian ini aku belum memahaminya. Andai dirimu membaca tulisanku ini, tolong jelaskan. Agar aku tak salah.  Sungguh  aku tak berani menafsirkan dengan jelas apa maksudmu. Semuanya hanya sebatas kemungkinan saja.   
            Jika dirimu memang masih berada di dunia ini, izinkan aku bertemu denganmu. Jika memang kita tak pernah bisa bertemu di dunia ini. Kuharap, surga adalah tempat yang terindah untuk kita berjumpa.  Aku akan terus membenahi diri dan menjadi pribadi yang lebih baik. Agar diriku bisa bertemu dirimu di surga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar