Matahari
di selatan Lampung berubah merah seperti
bara yang terkena hempasan angin. Semua yang bisu, mulai membuka mulut dengan
lantang menghujat. Bak meriam bambu yang disulut dengan percikan api. Semua yang dulu memuja dan mendukung, berbalik
mencaci dan menenggelamkan diri dalam emosi, entah berpura-pura, atau memang kecewa
sesungguhnya.
Atmosfir kian memanas, Suara gembrung
mengalun lebih padu, mengundang semua orang keluar dari sarangnya, seperti semut
yang merindu manisnya gula. Menari dan menyanyi bagai sekumpulan burung yang
dilepas dari sangkarnya.
Pintu istana tetap terkunci ,meski
ribuan kepala menggedor dengan paksa. Hanya gedung tua yang membuka lebar gerbang,
seiring wangi makam, tanpa bunga. tak
ada siyul, mulut renyah tak lagi mengucap gampang. tak ada lagi tawa,
penghangus paru-paru telah disita. dalam keranda api terbakar. Dalam doa,
semut-semut bersandar.
Mangga II. 18-08-2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar