Kamis, 24 April 2014

Hanya karena,,,.

“Aku salah menilaimu, selama ini.”
“Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki sikap”
“Tak kusangka, kau akan melakukan itu, Bang!”
“Aku hilaf, Is. Dan itu, manusiawi kan?”
“Bukan, itu hewani. Abang tak boleh berharap itu lagi padaku.”
“Baiklah, aku takkan mengulanginya lagi”
“Terlambat, aku terlanjur kecewa padamu.”
“Lalu, tak berhak kah aku mempertahankan cinta ini?”
“Cinta katamu?”
“Yah! aku mencintaimu, Is.”
“Kukira cintamu tulus padaku. Ternyata, aku keliru.”
“Harus berapa kali aku meminta maaf padamu, agar kau mau memaafkanku?”
“Tak usah meminta maaf padaku, mohonlah ampunan pada-NYA.”
“Setelah itu, apakah kau akan memaafkanku?”
“Entahlah,, maaf yang tulus tak hanya terucap dibibir saja”
“Kau ingin aku membuktikannya?”
“Ya! Dan abang harus lakukan itu”
“Apa yang harus kulakukan?”
“Lupakan aku, cintailah, pemilik cinta”
“Tapi, aku mencintaimu lebih dari segalanya.”
“Cintailah segalanya. Karna dia yang berhak menerima cinta, sanjungan dan pujian”
“Aku tak mengerti”
“Jangan berpura-pura bodoh, Abang lebih pintar dariku”
“Aku bukan pintar, hanya saja, aku lebih dahulu tahu dari orang-orang yang belum tahu”
“Masalah seberat ini, apakah abang tak mengetahuinya?”
“Kau terlalu bertele-tele dan terlalu mendikteku”
“Sekedar mengingatkan, Bang.”
“Sudahlah, aku tak ingin bertengkar. Sekarang apa maumu?”
“Lupakan aku!”
“Kau tega memutuskan hubungan kita yang sudah berjalan selama 3 tahun ini?”
“Waktu adalah ujian”
“Selama itu, aku tak pernah tahu warna rambutmu, telapak tanganmu pun, belum pernah tersentuh.
“Hari ini?”
“Berulang kali aku meminta maaf, atas ciuman yang mendarat di keningmu”
“Itu kesalahan besar, Bang”
“Manusia tempatnya salah dan lupa”
“Pura-pura lupa, lantas melakukannya lagi, dengan alasan yang sama”
“Aku berjanji, Is”
“Dulu, kau pernah ucapkan itu. Hari ini?”
“Untuk semua yang kuingkari, haruskah aku bertanggung jawab lantas melamarmu?”
“Aku masih sekolah, SMA saja belum selesai, masih terlalu jauh untuk memikirkan pernikahan”
“Lantas?”
“Perbaiki dirimu dan banyak-banyaklah berpuasa”
“Aku tak mau kehilanganmu”
“Jika pertemuan meruntuhkan tembok pertahananmu, lebih baik kita berpisah”
“Kamu menangis?”
“Sudahlah, jangan kau pandangi aku seperti itu”
“Baiklah, Jika waktunya tiba, aku akan datang melamarmu”
“Mungkin itu jauh lebih baik, daripada kita melakukan banyak kesalahan nantinya”
“Kuharap, perpisahan dan pertemuan adalah keindahan yang selayaknya bisa kita jaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar