Jum’at 08 november
2013,
Pagi menjelang siang,
Sesampainya di kawasan Rumah Dunia,
aku selalu mampir ke warung untuk menikmati segelas kopi,
sembari menikmati
kopi dan batangan rokok yang menjadi sahabat setiaku. Di pelataran Rumah Dunia,
telah berjejer mobil dan motor. Juga para peserta dan panitia, terang saja
karena pembukaan Rumah budaya akan segera dimulai. Aku pun beranjak dan mengisi
daftar hadir, walaupun cuma masuk daftar tamu,
Didalam Audiotorium Surosowan
Kampung Budaya Nusantara , yang di desaian dengan tampilan sederhana serupa
dengan suasana kampung,, yah.. namanya juga Kampung Budaya. Aku duduk di bagian
belakang, karena tempat duduk hampir terisi penuh, aku, yang baru pertama kali mengikuti acara
seperti ini, tentu saja merasa asing dengan acara seperti ini, hanya duduk
manis menyaksikan serangkaian acara.
Di awali dengan pembukaan, dan
sederet kata sambutan dari instansi yang terkait dengan acara kebudayaan.
Qasidah, pembacaan Puisi, Hinggga aku disuguhkan pada pertunjukan Teater yang diperankan
anak anak berbakat dari Rumah Dunia.
Merinding bulu kuduk ku, ketika cahaya lampu
mulai diredupkan, suguhan Teater yang bertema ”Dampu Awang”, membuat aku
semakin larut dan berbaur dengan ceritanya, meskipun terkadang banyak sekali
kelucuan yang di tampilkan. Namun, aku tak beranjak dari rasa haru, aku merasakan sekali perasaan seorang Ibu yang di
lupakan dan di hianati kepercayaanya, harus terbuang, dan cahaya do’anya pudar
, hanya karna kemilau dunia yang fana, harta, tahta dan wanita. Sehingga do’a
orang yang tertindas begitu di ‘ijabah’, sang ibu pun mengutuk Dampu menjadi
gunung. mungkin, itulah legenda Gunung Pinang..
Jarum jam sudah menunjukan pukul
11:10 wib. waktunya istirahat, makan siang dan menunaikan shalat jum’at. Hingga
dilanjutkan pada pukul 13:00 pada acara diskusi dan bedah buku yang akan jadi
pembicara Irfan Hidayatullah dan Ahda Imran. Mereka berdua adalah orang yang
ahli dalam bidangnya.
Buku Cerpen yang berjudul ‘Wafak
Mbah Koyod” dan buku puisi “Air Tanah
Debus.” dua buah buku ini merupakan
kumpulan hasil karya tulisan anak anak Rumah Dunia, tentu saja ada kebanggaan
bagi sekitar 50 orang penulis yang namanya tertera dihalaman depan sampul buku
puisi, dan 12 orang dalam buku cerpen, yang bertema budaya Banten.
Selepas ashar,
Hujan
deras mengguyur bumi Ciloang “Serang”. Dingin membalut kulit, peserta tetap
bersemangat, apalagi acara yang akan di gelar adalah sastra islam dan suara
lokal, dengan pembicara seorang penulis novel islam , Habiburrahman El-Shirazy
yang akrab di sapa “kang abik”. Yang telah banyak menghasilkan karya, baik buku
maupun film Islam. Diantaranya adalah novel dan film “Ketika Cinta Bertasbih”.
Sungguh suatu kebanggan tersendiri bagi para peserta, bisa hadir dan berdiskusi
langsung dengan tokoh idolanya. Ditengah perbincangan , Audiotorium Surosowan
Rumah Dunia. Bergemuruh, ketika sosok pria muda, bertubuh tinggi, berkulit putih, dengan baju gamis yang
sedikit basah. Kholidil Asadil (pemeran
Azzam dalam film KCB) senyum sapanya
membius peserta, cahaya kamera bagai kilat yang menyambar wajah sang artis,
andai aku yang menjadi Azzam betapa bahagianya aku, di kerumuni dan di idolakan banyak wanita,,
hahaha namun, aku adalah aku, pria tanpa senyum yang terpojok disudut gedung
dan membisu diantara riang ratusan peserta.
Adzhan
maghrib menggema, hujan tak menjadi alasan untuk mencapai rumah tuhan, demi
menunaikan kewajiban. selepas shalat
maghrib acara dilanjutkan, masih bersama Azzam, Kang Abik dan mas Gol A Gong,
tentu saja diskusi ini sangat mengasyikan, tak terasa waktu begitu cepat
berlalu dua jam sudah bersama mereka. Nampaknya semua peserta begitu puas, apa
lagi bisa temu wajah dan foto foto bareng artis. Pasti akan jadi koleksi foto
di akun facebook atau dengan bangga
menjadikan foto profil.
Parade
seni Banten, menghadirkan banyak sekali ragam budaya, Qasidah, lagu
tradisional, seni tari yang ditampilkan putra putri tanah jawara.
Seharian
mengikuti acara, tak membuatku merasa lelah, ada harapan dibalik acara ini,,
yah.. aku sedang beradaptasi dengan dunia menulis yang belum aku mengerti,
wajar saja sudah 13tahun aku tak menyentuh pena, sejak aku putuskan untuk
berhenti sekolah waktu kelas 2 SMA. Aku baru sadar penyesalan itu datangnya
terakhir. Tapi ya sudahlah, masa lalu justru membuatku semakin enggan untuk
bicara, biarlah semua menjadi kenangan, yang aku mau masa depanku tergantung
hari ini, dan hari ini aku mulai mantapkan hati untuk kembali memperkaya diri dengan pengetahuan
dan kembali memupuk kepercayaan diri yang hilang. Semoga Rumah Dunia mau
menerimaku di kelas menulis dan puisi pada
angkatan selanjutnya,,
Perkenalan
dan ramah tamah terlihat dari sekumpulan peserta yang bercanda tawa dalam
perbincangan. Pemandangan indah, yang ingin sekali aku rasakan, ingin rasanya
aku seperti mereka, lagi lagi sifat ‘minder’ masih tersimpan dalam kerdil fikiranku.
Wisata
malam bersama teman yang telah aku kenal sebelumnya, dan sebagian teman yang
berasal dari luar kota yang baru kui kenal, untuk menikmati nasi bakar Sum-sum
yang menjadi makan khas kota Serang selain, Sate Bandeng dan Rabeg. Jarum jam
menunujukan pukul 23:45 wib, sudah waktunya pulang dan beristirahat. Mereka
tidur di ‘home stay’ yang sudah diseediakan panitia, aku yang bertempat tinggal
tak jauh dari sini, lebih memilih untuk pulang ke rumah.
Sabtu
pagi, 09 november 2013,
Setelah
mengisi daftar hadir, aku kembali memasuki ruang Audiotorium, kali ini acara
diskusi tentang ”sastra daerah dalam himpitan kebudayaan Global” yang jadi
pemateri adalah prof. Yus Rusyana dan Rohendi SPd. Dan pertunjukan Rampag Bedug
Ciwasiat. Dalam pertunjukan Rampag Bedug aku dibuatnya kagum. Ketika sholawat
nabi, di iringi dengan musik tradisonal dan tari.. dan aku harus berkata
‘’waww..!!” (ga pake salto), seluruh peserta. Nampak begitu menikmati acara,
demi acara yang disuguhkan panitia Rumah Budaya Nusantara Rumah Dunia.
Ingin
sekali menghadiri acara selanjutnya, tapi sayang, aku harus pulang karena ada
acara keluarga. Keluargaku yang datang dari Lampung sejak kemarin, belum aku
temui. Yahh.. aku harus berbagi waktu.
Selepas
maghrib sebelum isya. Aku kembali ke Rumah Dunia, menikmati malam minggu
bersama Ari Malibu dan Reda Gaudiamo dalam acara Musikalisasi Puisi, denting
Gitar berkolaborasi dengan lirik puisi, membuatku terbawa suasana, larut dalam bait bait puisi, suara merdu dan sejuk
terdengar. Membuat semua mata enggan berkedip. Lirik puisi
“Aku Ingin” yang membuatku
menerawang jauh menembus dinding, melintasi ruang dan waktu.. Ah.. aku terbuai.
Fikiranku melayang, menjemput Warsih dalam imajinasi. Malam minggu ter-
romantis yang pernah aku rasakan meskipun tanpa pacar..
Minggu
10 november,
Perjalanan
ke Banten Lama,
‘Benteng
kaibon’ yang kini tinggal puing puing dan reruntuhan, yah,, disinilah pak Halim HD menceritakan begitu berjayanya
Banten dimasa lalu, yang menjadi pusat perdagangan Asia, penghasil Lada, Beras,
dan Bawang Pejaten yang begitu terkenal pada masanya. Banyak hal yang beliau
ceritakan. Aku membayangkan, bagaimana, jika aku hidup pada masa itu.
Perjalana
dilanjutkan ke Vihara Avalokitesvara dan Benteng Spelwijk. ini nyata bahwa pada
zaman dulu, Islam di Banten begitu menghormati agama lain.,
Kemudian
perjalanan dilanjutkan kearah Karangantu, bertempat di Tapak Bumi Ecovillage, sebuah
bangunan yang berbahan dasar bambu, yang terapung diatas Empang. kegiatan yang
akan dilakukan adalah berdiskusi tentang Budaya Bambu Nusantara. Sebelum acara
dimulai, tiap peserta di bagikan 2 buah
buku. Setelah itu membaca puisi karya peserta, yah.. sambil menunggu Bandeng
Lumpur yang belum selesai di bakar,” mulai..lapar.. mulai..lapar.”
Sampai
akhirnya, waktu makan pun tiba… ingin rasanya kuceritakan Bandeng Lumpur yang
begitu nikmat,, tapi… ya sudahlah, dari namanya saja sudah pasti, terbayang kelezatanya.
Selepas
makan dan sholat dzuhur, diskusi pun dimulai, sosialisasi tentang semua yang
berhubungan dengan bambu. Acarapun selesai dan waktu pulang pun tiba.
Meski
terlahir di tanah Lampung. Tapi darah
Bantenku masih kental. 13tahun aku merantau ke tanah Banten ,tinggal di daerah
Kasemen.’Banten Lama’. tapi aku tak pernah tau tentang sejarah Banten yang
sesungguhnya. Dalam waktu 3hari, banyak sekali yang aku dapati di Kampung Budaya Nusantara Rumah Dunia, terima
kasih Rumah Dunia, semoga acara seperti ini terus berlanjut. Agar menyadarkan
banyak orang betapa pentingya sejarah dan kebudayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar