Rabu, 13 November 2013

Rumah Budaya Nusantara Rumah dunia



Jum’at  08 november 2013,
Pagi  menjelang siang,
Sesampainya di kawasan Rumah Dunia, aku selalu mampir ke warung untuk menikmati segelas kopi,
sembari menikmati kopi dan batangan rokok yang menjadi sahabat setiaku. Di pelataran Rumah Dunia, telah berjejer mobil dan motor. Juga para peserta dan panitia, terang saja karena pembukaan Rumah budaya akan segera dimulai. Aku pun beranjak dan mengisi daftar hadir, walaupun cuma masuk daftar tamu,

Didalam Audiotorium Surosowan Kampung Budaya Nusantara , yang di desaian dengan tampilan sederhana serupa dengan suasana kampung,, yah.. namanya juga Kampung Budaya. Aku duduk di bagian belakang, karena tempat duduk hampir terisi penuh,  aku, yang baru pertama kali mengikuti acara seperti ini, tentu saja merasa asing dengan acara seperti ini, hanya duduk manis  menyaksikan serangkaian acara.
Di awali dengan pembukaan, dan sederet kata sambutan dari instansi yang terkait dengan acara kebudayaan. Qasidah, pembacaan Puisi, Hinggga aku disuguhkan pada pertunjukan Teater yang diperankan anak anak berbakat dari Rumah Dunia.
 Merinding bulu kuduk ku, ketika cahaya lampu mulai diredupkan, suguhan Teater yang bertema ”Dampu Awang”, membuat aku semakin larut dan berbaur dengan ceritanya, meskipun terkadang banyak sekali kelucuan yang di tampilkan. Namun, aku tak beranjak dari rasa haru, aku  merasakan sekali perasaan seorang Ibu yang di lupakan dan di hianati kepercayaanya, harus terbuang, dan cahaya do’anya pudar , hanya karna kemilau dunia yang fana, harta, tahta dan wanita. Sehingga do’a orang yang tertindas begitu di ‘ijabah’, sang ibu pun mengutuk Dampu menjadi gunung. mungkin, itulah legenda Gunung Pinang..

Jarum jam sudah menunjukan pukul 11:10 wib. waktunya istirahat, makan siang dan menunaikan shalat jum’at. Hingga dilanjutkan pada pukul 13:00 pada acara diskusi dan bedah buku yang akan jadi pembicara Irfan Hidayatullah dan Ahda Imran. Mereka berdua adalah orang yang ahli dalam bidangnya.
Buku Cerpen yang berjudul ‘Wafak Mbah Koyod”  dan buku puisi “Air Tanah Debus.”  dua buah buku ini merupakan kumpulan hasil karya tulisan anak anak Rumah Dunia, tentu saja ada kebanggaan bagi sekitar 50 orang penulis yang namanya tertera dihalaman depan sampul buku puisi, dan 12 orang dalam buku cerpen, yang bertema budaya Banten.


Selepas ashar,
Hujan deras mengguyur bumi Ciloang “Serang”. Dingin membalut kulit, peserta tetap bersemangat, apalagi acara yang akan di gelar adalah sastra islam dan suara lokal, dengan pembicara seorang penulis novel islam , Habiburrahman El-Shirazy yang akrab di sapa “kang abik”. Yang telah banyak menghasilkan karya, baik buku maupun film Islam. Diantaranya adalah   novel dan film “Ketika Cinta Bertasbih”. Sungguh suatu kebanggan tersendiri bagi para peserta, bisa hadir dan berdiskusi langsung dengan tokoh idolanya. Ditengah perbincangan , Audiotorium Surosowan Rumah Dunia. Bergemuruh, ketika sosok pria muda, bertubuh  tinggi, berkulit putih, dengan baju gamis yang sedikit basah. Kholidil Asadil  (pemeran Azzam dalam film KCB)  senyum sapanya membius peserta, cahaya kamera bagai kilat yang menyambar wajah sang artis, andai aku yang menjadi Azzam betapa bahagianya aku,  di kerumuni dan di idolakan banyak wanita,, hahaha namun, aku adalah aku, pria tanpa senyum yang terpojok disudut gedung dan membisu diantara riang ratusan peserta.
Adzhan maghrib menggema, hujan tak menjadi alasan untuk mencapai rumah tuhan, demi menunaikan kewajiban.  selepas shalat maghrib acara dilanjutkan, masih bersama Azzam, Kang Abik dan mas Gol A Gong, tentu saja diskusi ini sangat mengasyikan, tak terasa waktu begitu cepat berlalu dua jam sudah bersama mereka. Nampaknya semua peserta begitu puas, apa lagi bisa temu wajah dan foto foto bareng artis. Pasti akan jadi koleksi foto di akun facebook  atau dengan bangga menjadikan foto profil.
Parade seni Banten, menghadirkan banyak sekali ragam budaya, Qasidah, lagu tradisional, seni tari yang ditampilkan putra putri tanah jawara.
Seharian mengikuti acara, tak membuatku merasa lelah, ada harapan dibalik acara ini,, yah.. aku sedang beradaptasi dengan dunia menulis yang belum aku mengerti, wajar saja sudah 13tahun aku tak menyentuh pena, sejak aku putuskan untuk berhenti sekolah waktu kelas 2 SMA. Aku baru sadar penyesalan itu datangnya terakhir. Tapi ya sudahlah, masa lalu justru membuatku semakin enggan untuk bicara, biarlah semua menjadi kenangan, yang aku mau masa depanku tergantung hari ini, dan hari ini aku mulai mantapkan hati untuk  kembali memperkaya diri dengan pengetahuan dan kembali memupuk kepercayaan diri yang hilang. Semoga Rumah Dunia mau menerimaku di kelas menulis dan puisi pada  angkatan selanjutnya,,

Perkenalan dan ramah tamah terlihat dari sekumpulan peserta yang bercanda tawa dalam perbincangan. Pemandangan indah, yang ingin sekali aku rasakan, ingin rasanya aku seperti mereka, lagi lagi sifat ‘minder’ masih tersimpan dalam kerdil fikiranku.
Wisata malam bersama teman yang telah aku kenal sebelumnya, dan sebagian teman yang berasal dari luar kota yang baru kui kenal, untuk menikmati nasi bakar Sum-sum yang menjadi makan khas kota Serang selain, Sate Bandeng dan Rabeg. Jarum jam menunujukan pukul 23:45 wib, sudah waktunya pulang dan beristirahat. Mereka tidur di ‘home stay’ yang sudah diseediakan panitia, aku yang bertempat tinggal tak jauh dari sini, lebih memilih untuk pulang ke rumah.

Sabtu pagi, 09 november 2013,
Setelah mengisi daftar hadir, aku kembali memasuki ruang Audiotorium, kali ini acara diskusi tentang ”sastra daerah dalam himpitan kebudayaan Global” yang jadi pemateri adalah prof. Yus Rusyana dan Rohendi SPd. Dan pertunjukan Rampag Bedug Ciwasiat. Dalam pertunjukan Rampag Bedug aku dibuatnya kagum. Ketika sholawat nabi, di iringi dengan musik tradisonal dan tari.. dan aku harus berkata ‘’waww..!!” (ga pake salto), seluruh peserta. Nampak begitu menikmati acara, demi acara yang disuguhkan  panitia  Rumah Budaya Nusantara Rumah Dunia.
Ingin sekali menghadiri acara selanjutnya, tapi sayang, aku harus pulang karena ada acara keluarga. Keluargaku yang datang dari Lampung sejak kemarin, belum aku temui. Yahh.. aku harus berbagi waktu. 
Selepas maghrib sebelum isya. Aku kembali ke Rumah Dunia, menikmati malam minggu bersama Ari Malibu dan Reda Gaudiamo dalam acara Musikalisasi Puisi, denting Gitar berkolaborasi dengan lirik puisi, membuatku terbawa suasana, larut  dalam bait bait puisi, suara merdu dan sejuk terdengar. Membuat semua mata enggan berkedip. Lirik  puisi  “Aku Ingin”  yang membuatku menerawang jauh menembus dinding, melintasi ruang dan waktu.. Ah.. aku terbuai. Fikiranku melayang, menjemput Warsih dalam imajinasi. Malam minggu ter- romantis yang pernah aku rasakan meskipun tanpa pacar..

Minggu 10 november,
Perjalanan ke Banten Lama,
‘Benteng kaibon’ yang kini tinggal puing puing dan reruntuhan, yah,, disinilah  pak Halim HD menceritakan begitu berjayanya Banten dimasa lalu, yang menjadi pusat perdagangan Asia, penghasil Lada, Beras, dan Bawang Pejaten yang begitu terkenal pada masanya. Banyak hal yang beliau ceritakan. Aku membayangkan, bagaimana, jika aku hidup pada masa itu.
Perjalana dilanjutkan ke Vihara Avalokitesvara dan Benteng Spelwijk. ini nyata bahwa pada zaman dulu, Islam di Banten begitu menghormati agama lain.,
Kemudian perjalanan dilanjutkan kearah Karangantu, bertempat di Tapak Bumi Ecovillage, sebuah bangunan yang berbahan dasar bambu, yang terapung diatas Empang. kegiatan yang akan dilakukan adalah berdiskusi tentang Budaya Bambu Nusantara. Sebelum acara dimulai, tiap peserta di bagikan  2 buah buku. Setelah itu membaca puisi karya peserta, yah.. sambil menunggu Bandeng Lumpur yang belum selesai di bakar,” mulai..lapar.. mulai..lapar.”
Sampai akhirnya, waktu makan pun tiba… ingin rasanya kuceritakan Bandeng Lumpur yang begitu nikmat,, tapi… ya sudahlah, dari namanya saja sudah  pasti, terbayang kelezatanya.
Selepas makan dan sholat dzuhur, diskusi pun dimulai, sosialisasi tentang semua yang berhubungan dengan bambu. Acarapun selesai dan waktu pulang pun tiba.
Meski  terlahir di tanah Lampung. Tapi darah Bantenku masih kental. 13tahun aku merantau ke tanah Banten ,tinggal di daerah Kasemen.’Banten Lama’. tapi aku tak pernah tau tentang sejarah Banten yang sesungguhnya. Dalam waktu 3hari, banyak sekali yang aku dapati di  Kampung Budaya Nusantara Rumah Dunia, terima kasih Rumah Dunia, semoga acara seperti ini terus berlanjut. Agar menyadarkan banyak orang betapa pentingya sejarah dan kebudayaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar