Rabu, 13 November 2013

Pulau kubur



minggu pagi,
Di posko wader mania, kopi panas yang tertuang digelas, hanya menyisakan endapan hitam, kertas kertas nasi harus terpojok ditempat sampah,

“Bro gimana, udah pada siap belum?" ujar Aat,
"siapppp.." jawab kami serentak.  Perlengkapanpun di gendong, kami berangkat, menggunakan tiga sepeda motor. Aku berboncengan dengan Mbot, Agus dan Idrus, sementara Aat dan Emon.,
Ngeenggg... tarik gas dalam dalam, motor semakin melaju kencang, membelah hamparan sawah yang luas.
"cepet bro, nanti ketinggalan perahu." Aat mengingatkan kami agar menambah kecepatan laju sepeda motor. di kampung Wadas kami berhenti, untuk membeli udang segar, yang akan dijadikan umpan. kami sedikit heran, tiba tiba ada orang gila mengulurkan tanganya mengajak kami bersalaman, tak lama kemudian, giliran motor Mbot yang parkir di ujung jembatan, hampir masuk sungai, mungkin karena hempasan angin mobil Fuso yang baru saja melintas, ”yah,,sudahlah, semoga tak terjadi apa-apa”.
Perjalanan dilanjutkan, tiba lah kami di pelabuhan Grenyang Bojo Negara. Jarum jam menunjukan pukul 06.40 wib. sepeda motorpun di parkirkan, bersebelahan dengan dermaga..
perahu kayu yang menjadi angkutan Grenyang-Pulau Panjang, sudah menanti disana, perahu hampir terisi penuh, kurang lebih 40-50 penumpang, di Grenyang banyak sekali perahu yang siap mengantar ke Pulau Panjang. Atau bisa juga di ‘carter’ untuk beberapa hari memancing,
"mang, kita turun di Bagan aja ya, " Agus coba berbincang dengan pengemudi perahu.
"iya, tapi perahunya antar jemput aja yah. Nanti, jam 5 sore, di jemput" jawab pengemudi perahu. ongkos pun di berikan, 10000/orang.
Tro tok., trotok. trotok,  saatnya berlayar,..

Laut, seakan tanpa batas. Teduh dan damai. Cerobong-cerobong pabrik yang selalu membedaki wajah langit, nampak jelas terlihat. Diantara riuh penumpang yang sebagian besar adalah para pemancing. yang biasa memanfaatkan, waktu liburan untuk memancing di Pulau Panjang, Pulau Tunda, Karang Paku dan Pulau-pulau lain. 40 menit sudah perjalanan ini. Tibalah kami, di Bagan tancep. Bamb- bambu utuh yang di ikat dengan tali yang dibuat dari serat kayu. Dibentuk seperti rumah,. lalu ujung perahu di sandar kan. Satu persatu, kami berpindah ke Bagan. Kurang lebih 3meter, tinggi Bagan dari permukaan laut.
Perlengkapan pun di siapkan. 1.. 2.. 3.. kail pun dilemparkan,,
"strike" emon menggulung cepat, tali pancingnya. ikan Kerapuh yang nyangkut di kail Emon. Tak lama kemudian, giliran Aat, "strike" ikan kerapuh yang sama,  Disusul dengan  Mbot, aku, Agus dan Idrus, yang menggulung nangsi bersamaan. Sensasi ‘strike’ yang memuaskan.Terik mentari tak dirasa, Lautan yang teduh, membuat Emon, mancing menggunakan Ampul,,
Box ikan berukuran besar, hampir terisi penuh. Kamipun sangat senang, ternyata tak sia-sia, lokasi baru, tapi begitu memuaskan,, “minggu depan, kita kesini lagi ya..” sahut Idrus sambil menggulung nangsi, Joran nya melengkung, pasti ikan besar yang menyambar umpannya..
Tiba tiba, langit gelap pekat  mencekam. Angin berhembus menggiring ombak, gelegar petir semakin mengecilkan nyaliku. Deras hujan membuat kami semakin panik. Seketika, kegembiraan yang sempat muncul dari wajah-wajah temanku, berubah menjadi pucat pasi, dan ketakutan.
"halo. halo.. halo.. kak tolong kami, cepetan kak", Mbot, berinisiatif menelpon salah satu keluarganya.
"kamu dimana" Tanya, kakak Mbot,
"di Pulau Kubur, tak jauh dari Pulau Panjang" jawab Mbot menjerit jerit.
Gubrass. .gubras. gubras, ombak pun datang, menghantam tubuh kami, dan percakapan di telpon pun putus.

Semua handphone tak bisa diaktifkan, karena terendam air laut. Hanya berdoa yang bisa kami lakukan, berharap, pertolongan Tuhan datang,
Tolong…. tolong….tolong….  Kami terus berteriak, meski tak ada seorang pun yang mendengar.
"kawan kawan, apa pun yang terjadi, jangan pernah lepaskan bambu ini, hidup atau mati, kita tetap bersama “ kata kata yang di ucapkan Emon, membuatku semakin sedih dan tak kuasa menahan tangis.
Bibirku tak henti mengunyam do'a. Entah berapa ratus, bahkan ribuan kali. Kalimat Tasbih, Tahmid dan Tahlil, yang terucap.

Gemetar  tubuhku menatap ajal, yang sudah menanti didepan mata.
Air mata  bercampur dengan air laut yang terus menunjukan keperkasaanya. Jantungku berdetak tak beraturan.

"Ya Allah, inikah akhir hidupku”
Ampuni aku atas dosa dosa yang telah aku perbuat. Aku sadar, aku yang sombong, dan tak pernah tinggalkan bekas sujud ku. Mungkin tak berguna, kata ‘Taubat yang ku ucapkan. Karena ajal ku sudah hampir di tenggorokan.

"Ya Allah, jika aku masih di berikan waktu untuk hidup di bumi-Mu, aku akan selalu hidup dalam jalan-Mu,
"Ya Rabb, jika engkau cabut nyawaku hari ini, sampaikanlah maaf ku pada ibu ku.
Aku tau, aku banyak berbuat dosa padanya, aku tak patuh, aku telah mengabaikan do'a-do'a ibuku.
Jika Engkau memberi kesempatan aku untuk hidup. Aku akan bersujud pada ibu, mencuci kakinya. Dan, aku akan meminum air cucianya. sebagai bentuk pengharapan ridhoMu dan ridhoNya."


Angin semakin bergemuruh, ombak yang berkejaran semakin membuat kami ketakutan,
entah apa yang sahabat-sahabatku fikirkan. Aat, mungkin teringat anak, isteri dan orang tuanya, begitu juga Emon. Agus yang beberapa hari lagi akan wisuda harus rela mengubur masa depan nya. Sementara Idrus, yang menjadi tulang punggung keluarganya, begitu juga embot. Kami semua punya mimpi dan punya tanggung jawab. Mungkinkah, akan tenggelam, hanyut,  atau jadi santapan ikan. Ya ALLAH, tolong kami.

Hampir empat jam merasakan kengerian, tak ada yang bisa kami lakukan selain berdoa, berdoa dan berdoa. Sekalipun harus berenang, kita tak akan sanggup, karna ombak begitu ekstrim dan tak bersahabat, hanya bisa pasrah

Dari jauh terlihat samar, tapi jelas. sebuah perahu yang berlayar melawan ombak.

Tolong.. tolong.. tolong.. Suara jeritan mulai terdengar lagi.

"hayo,. lepas baju kalian, kita buat bendera" ujar emon.
Bendera pun melambai lambai, diatas laut yang semakin mengamuk,, Sandal, Sepatu, Tas, entah kemana. Yang selalu kugenggam hanya KTP dalam dompet. kalau pun harus mati setidaknya identitas kami pun di temukan.
Perahu yang berjarak, kurang lebih 5km, masih mencoba melawan ombak.

Ada sedikit harapan ketika perahu mulai mendekat,..
Alhamdulillah,  perahu pun menghampiri. kami pun naik keatas perahu nelayan ini,
sujud sukur tertunaikan.
“Terima kasih ya ALLAH,  Engkau masih memberikan kesempatan hidup untuk kami, berbuat baik dan memperbaiki kesalahan”.
Sesampainya di dermaga Wadas, kami langsung mengambil motor yang masih terparkir di  pelabuhan Grenyang. Dan memilih untuk pulang, meski hanya menggunakan kolor, tanpa baju atau kaos, dan kami berjanji akan berkunjung, ke rumah pak Sanwani di kampung Sempu- Bojo Negara. Allah telah mengabulkan doa kami dengan, perantara Pak Sanwani dan kawan-kawan nelayan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar