Sejak
kemarin malam, aku menggapai imajinasi untuk menuliskan tentang hari valentine.
Tapi tak kudapati, kubiarkan jemariku berada di atas keyboard tanpa menari,
menatap layar biru dan putih Microsoft world. Garis hitam pada layar putih
berkedip bagai kunang-kunang yang tak bergeser dari paragraf awal.
Entah
apa yang membuatku tak bisa menuliskan tentang hari kasih sayang yang selalu di
warnai dengan warna merah muda, di lambangkan oleh bunga dan coklat, serta dihiasi aroma keromantisan. Terkadang aku
bertanya, apakah kasih sayang itu harus dirayakan pada suatu tanggal atau bulan
yang menjelma hari? Atau memang itu hanya pertanyaan sederhana yang tak bisa
aku jawab sendiri. Tapi entahlah, aku rasa semua kepala pasti memiliki jawaban
masing-masing untuk menyikapi suatu pertanyaan yang memang tak ada kejelasan di
dalamnya. Atau sekedar ikut-ikut meramaikan tanpa memikirkan jawabannya.
Kasih
sayang yang diungkapkan lewat warna merah muda, simbol dari keceriaan. Dalam dunia yang penuh dengan warna, aku mencari
warna arti cintaku yang masih dibaluti dengan segudang pertanyaan yang
membuatku terkurung didalamnya. Apakah cinta itu sebuah warna? Atau memang
cinta itu harus berwarna? Dalam hitam dan suram pandanganku akan arti cinta dan
kasih sayang, aku coba menyusuri jalan panjang yang berliku, terjal, hinggap di
rerumputan dan terjerambab dalam jurang kenistaan. Apakah itu warna cinta yang
kelam? Ah, entahlah. Aku rasa cinta itu sebuah rasa bukan tentang warna.
Kasih
sayang itu manis seperti coklat. Cinta memang rasa yang dirasakan, bukan
dikecap apalagi dikecup. Haruskah Ia selalu manis? Atau memang harus melupakan
jika ia berakhir pahit. Bukankah rasa itu
selalu berpasangan dengan yang
berlainan, bagai manis dan pahit. Setelah kita mengecap pahit apakah itu bukan
kasih sayang? Terkadang tak pernah terfikirkan, yang manis justru pahit dirasa
dan yang pahit, terasa manis di lidah. Memang rasa itu fana dan semu, menjebak
dan justru menjerumuskan bila salah mengartikan.
Banyak
orang yang berkata tentang arti kasih sayang yang salah di artikan, antara
dikasih lalu disayang, karena sayang lalu di kasih. Bukan rahasia lagi memang,
tentang malam kasih sayang yang selalu di hiasi bunga dengan romantisme
pacaran. Ajang maksiat dengan dalih sejauh mana pembuktian cinta sang pasangan.
Memberi kasih sayang, yang akhirnya
menjurus pada sebuah kesesatan tentang arti yang terkandung didalamnya.
Disadari
atau tidak, ini adalah hal yang nyata. Walau di pandang dari kacamata manapun,
ini memang sebuah penyempitan pandangan. Tak semua memang, tapi tak sedikit
juga yang masuk kedalam lingkaran yang mengatas namakan cinta dan kasih sayang.
Hingga akhirnya aku bertanya kembali pada diri ini, haruskah kasih sayang itu
di rayakan??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar